CSR adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan membangun
hubungan harmonis dengan masyarakat tempatan. Secara teoretik, CSR dapat
didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para strategicstakeholdersnya,
terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerja dan
operasinya. CSR memandang perusahaan sebagai agen moral. Dengan atau tanpa
aturan hukum, sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Parameter
keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang CSR adalah pengedepankan
prinsip moral dan etis, yakni menggapai suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok
masyarakat lainnya. Salah satu prinsip moral yang sering digunakan adalah goldenrules,
yang mengajarkan agar seseorang atau suatu pihak memperlakukan orang lain
sama seperti apa yang mereka ingin diperlakukan. Dengan begitu, perusahaan yang
bekerja dengan mengedepankan prinsip moral dan etis akan memberikan manfaat
terbesar bagi masyarakat.
Pemahaman Tentang CSR
Menilik sejarahnya, gerakan CSR modern yang berkembang pesat selama dua
puluh tahun terakhir ini lahir akibat desakan organisasi-organisasi masyarakat sipil dan
jaringannya di tingkat global. Keprihatinan utama yang disuarakan adalah perilaku
korporasi, demi maksimalisasi laba, lazim mempraktekkan cara-cara yang tidak fair dan
tidak etis, dan dalam banyak kasus bahkan dapat dikategorikan sebagai kejahatan
korporasi. Beberapa raksasa korporasi transnasional sempat merasakan jatuhnya
reputasi mereka akibat kampanye dalam skala global tersebut.
Hingga dekade 1980-90 an, wacana CSR terus berkembang. Munculnya KTT Bumi
di Rio pada 1992 menegaskan konsep sustainibility development (pembangunan
berkelanjutan) sebagai hal yang mesti diperhatikan, tak hanya oleh negara, tapi terlebih
oleh kalangan korporasi yang kekuatan kapitalnya makin menggurita. Tekanan KTT
terasa bermakna sewaktu James Collins dan Jerry Porras meluncurkan Built To Last;
Succesful Habits of Visionary Companies di tahun 1994. Lewat riset yang dilakukan,
mereka menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang terus hidup bukanlah
perusahaan yang hanya mencetak keuntungan semata.
Sebagaimana hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de
Janeiro Brazilia 1992, menyepakati perubahan paradigma pembangunan, dari
pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi pembangunan yang berkelanjutan
(sustainable development). Dalam perspektif perusahaan, di mana keberlanjutan
dimaksud merupakan suatu program sebagai dampak dari usaha-usaha yang telah
dirintis, berdasarkan konsep kemitraan dan rekanan dari masing-masing stakeholder.
(1) ketersediaan dana, (2) misi lingkungan, (3) tanggung jawab sosial, (4)
terimplementasi dalam kebijakan (masyarakat, korporat, dan pemerintah), (5)
mempunyai nilai keuntungan/manfaat.
Pertemuan Yohannesburg tahun 2002 yang dihadiri para pemimpin dunia
memunculkan konsep social responsibility, yang mengiringi dua konsep sebelumnya
yaitu economic dan environment sustainability. Ketiga konsep ini menjadi dasar bagiperusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya (Corporate Social
Responsibility). Pertemuan penting UN Global Compact di Jenewa, Swiss, Kamis, 7 Juli
2007 yang dibuka Sekjen PBB mendapat perhatian media dari berbagai penjuru dunia.
Pertemuan itu bertujuan meminta perusahaan untuk menunjukkan tanggung jawab dan
perilaku bisnis yang sehat yang dikenal dengan corporate social responsibility.
Sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat
keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan membangun kerjasama antar
stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program
pengembangan masyarakat sekitarnya. Atau dalam pengertian kemampuan perusahaan
untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait
dengannya, baik lokal, nasional, maupun global. Karenanya pengembangan CSR ke
depan seyogianya mengacu pada konsep pembangunan yang berkelanjutan.
Prinsip keberlanjutan mengedepankan pertumbuhan, khususnya bagi masyarakat
miskin dalam mengelola lingkungannya dan kemampuan institusinya dalam mengelola
pembangunan, serta strateginya adalah kemampuan untuk mengintegrasikan dimensi
ekonomi, ekologi, dan sosial yang menghargai kemajemukan ekologi dan sosial budaya.
Kemudian dalam proses pengembangannya tiga stakeholder inti diharapkan mendukung
penuh, di antaranya adalah; perusahaan, pemerintah dan masyarakat.
Dalam implementasi program-program CSR, diharapkan ketiga elemen di atas
saling berinteraksi dan mendukung, karenanya dibutuhkan partisipasi aktif masingmasing
stakeholder agar dapat bersinergi, untuk mewujudkan dialog secara
komprehensif. Karena dengan partisipasi aktif para stakeholder diharapkan pengambilan
keputusan, menjalankan keputusan, dan pertanggungjawaban dari implementasi CSR
akan di emban secara bersama.
CSR sebagai sebuah gagasan, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung
jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value)
yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab
perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Di sini bottom lines lainnya selain
finansial juga adalah sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup
menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan
perusahaan hanya akan terjamin apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan
lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di
berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap
tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya.
Pada bulan September 2004, ISO (International Organization for Standardization)
sebagai induk organisasi standarisasi internasional, berinisiatif mengundang berbagai
pihak untuk membentuk tim (working group) yang membidani lahirnya panduan dan
standarisasi untuk tanggung jawab sosial yang diberi nama ISO 26000: Guidance
Standard on Social Responsibility.
Pengaturan untuk kegiatan ISO dalam tanggungjawab sosial terletak pada
pemahaman umum bahwa SR adalah sangat penting untuk kelanjutan suatu organisasi.
Pemahaman tersebut tercermin pada dua sidang, yaitu “Rio Earth Summit on the
Environment” tahun 1992 dan “World Summit on Sustainable Development (WSSD)”
tahun 2002 yang diselenggarakan di Afrika Selatan.
Pembentukan ISO 26000 ini diawali ketika pada tahun 2001 badan ISO meminta
ISO on Consumer Policy atau COPOLCO merundingkan penyusunan standar Corporate
Social Responsibility. Selanjutnya badan ISO tersebut mengadopsi laporan COPOLCO
mengenai pembentukan “Strategic Advisory Group on Social Responsibility pada tahun
2002. Pada bulan Juni 2004 diadakan pre-conference dan conference bagi negaranegara
berkembang, selanjutnya di tahun 2004 bulan Oktober, New York Item Proposal
atau NWIP diedarkan kepada seluruh negara anggota, kemudian dilakukan voting pada
bulan Januari 2005, dimana 29 negara menyatakan setuju, sedangkan 4 negara tidak.
Dalam hal ini terjadi perkembangan dalam penyusunan tersebut, dari CSR atau
Corporate Social Responsibility menjadi SR atau Social Responsibility saja. Perubahan
ini, menurut komite bayangan dari
diperuntukan bukan hanya bagi korporasi tetapi bagi semua bentuk organisasi, baik
swasta maupun publik.
ISO 26000 menyediakan standar pedoman yang bersifat sukarela mengenai
tanggung tanggung jawab sosial suatu institusi yang mencakup semua sektor badan
publik ataupun badan privat baik di negara berkembang maupun negara maju. Dengan
Iso 26000 ini akan memberikan tambahan nilai terhadap aktivitas tanggung jawab sosial
yang berkembang saat ini dengan cara: 1) mengembangkan suatu konsensus terhadap
pengertian tanggung jawab sosial dan isunya; 2) menyediakan pedoman tentang
penterjemahan prinsip-prinsip menjadi kegiatan-kegiatan yang efektif; dan 3) memilah
praktek-praktek terbaik yang sudah berkembang dan disebarluaskan untuk kebaikan
komunitas atau masyarakat internasional.
Apabila hendak menganut pemahaman yang digunakan oleh para ahli yang
menggodok ISO 26000 Guidance Standard on Social responsibility yang secara konsisten
mengembangkan tanggung jawab sosial maka masalah SR akan mencakup 7 isu pokok
yaitu:
1. Pengembangan Masyarakat
2. Konsumen
3. Praktek Kegiatan Institusi yang Sehat
4. Lingkungan
5. Ketenagakerjaan
6. Hak asasi manusia
7. Organizational Governance (governance organisasi)
ISO 26000 menerjemahkan tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab suatu
organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan
lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yang:
· Konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat;
· Memperhatikan kepentingan dari para stakeholder;
· Sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional;
· Terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik
kegiatan, produk maupun jasa.
Berdasarkan konsep ISO 26000, penerapan sosial responsibility hendaknya
terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi yang mencakup 7 isu pokok diatas. Dengan
demikian jika suatu perusahaan hanya memperhatikan isu tertentu saja, misalnya suatu
perusahaan sangat peduli terhadap isu lingkungan, namun perusahaan tersebut masih
mengiklankan penerimaan pegawai dengan menyebutkan secara khusus kebutuhan
pegawai sesuai dengan gender tertentu, maka sesuai dengan konsep ISO 26000
perusahaan tersebut sesungguhnya belum melaksanakan tanggung jawab sosialnya
secara utuh. Contoh lain, misalnya suatu perusahaan memberikan kepedulian terhadap
pemasok perusahaan yang tergolong industri kecil dengan mengeluarkan kebijakan
pembayaran transaksi yang lebih cepat kepada pemasok UKM. Secara logika produk
atau jasa tertentu yang dihasilkan UKM pada skala ekonomi tertentu akan lebih efisien
jika dilaksanakan oleh UKM. Namun UKM biasanya tidak memiliki arus kas yang kuat dan
jaminan yang memadai dalam melakukan pinjaman ke bank, sehingga jika perusahaan
membantu pemasok UKM tersebut, maka bisa dikatakan perusahaan tersebut telah
melaksanakan bagian dari tanggung jawab sosialnya.
Prinsip-prinsip dasar tanggung jawab sosial yang menjadi dasar bagi
pelaksanaan yang menjiwai atau menjadi informasi dalam pembuatan keputusan dan
kegiatan tanggung jawab sosial menurut ISO 26000 meliputi:
· Kepatuhan kepada hukum
· Menghormati instrumen/badan-badan internasional
· Menghormati stakeholders dan kepentingannya
· Akuntabilitas
· Transparansi
· Perilaku yang beretika
· Melakukan tindakan pencegahan
· Menghormati dasar-dasar hak asasi manusia
2008, diantaranya adalah menyiapkan draf kerja tim hingga tahun 2006, penyusunan
draf ISO 26000 hingga Desember 2007, finalisasi draf akhir ISO 26000 diperkirakan
pada bulan September 2008 dan seluruh tugas tersebut diperkirakan rampung pada
tahun 2009.
Pada pertemuan tim yang ketiga tanggal 15-19 Mei 2006 yang dihadiri 320 orang
dari 55 negara dan 26 organisasi internasional itu, telah disepakati bahwa ISO 26000 ini
hanya memuat panduan (guidelines) saja dan bukan pemenuhan terhadap persyaratan
karena ISO 26000 ini memang tidak dirancang sebagai standar sistem manajemen dan
tidak digunakan sebagai standar sertifikasi sebagaimana ISO-ISO lainnya.
Adanya ketidakseragaman dalam penerapan CSR diberbagai negara menimbulkan
adanya kecenderungan yang berbeda dalam proses pelaksanaan CSR itu sendiri di
masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman umum dalam penerapan CSR di
manca negara. Dengan disusunnya ISO 26000 sebagai panduan (guideline) atau
dijadikan rujukan utama dalam pembuatan pedoman SR yang berlaku umum, sekaligus
menjawab tantangan kebutuhan masyarakat global termasuk
Praktek CSR di Indonesia
Salah satu bentuk dari tanggung jawab sosial perusahaan yang sering diterapkan
di Indonesia adalah community development. Perusahaan yang mengedepankan konsep
ini akan lebih menekankan pembangunan sosial dan pembangunan kapasitas
masyarakat sehingga akan menggali potensi masyarakat lokal yang menjadi modal
sosial perusahaan untuk maju dan berkembang. Selain dapat menciptakan peluangpeluang
sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang
diinginkan, cara ini juga dapat membangun citra sebagai perusahaan yang ramah dan
peduli lingkungan. Selain itu, akan tumbuh rasa percaya dari masyarakat. Rasa memiliki
perlahan-lahan muncul dari masyarakat sehingga masyarakat merasakan bahwa
kehadiran perusahaan di daerah mereka akan berguna dan bermanfaat.
Kepedulian kepada masyarakat sekitar komunitas dapat diartikan sangat luas,
namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi
organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama
bagi organisasi dan komunitas. CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di
mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar
dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibatnya terhadap seluruh pemangku
kepentingan(stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini
mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam
pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang
merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
Setidaknya ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha mesti
merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi
usahanya. Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya
wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Kedua, kalangan bisnis
dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme.
Ketiga, kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam atau
bahkan menghindari konflik sosial.
Program yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam kaitannya dengan tanggung
jawab sosial di
a. Public Relations
Usaha untuk menanamkan persepsi positif kepada komunitas tentang kegiatan
yang dilakukan oleh perusahaan.
b. Strategi defensif
Usaha yang dilakukan perusahaan guna menangkis anggapan negatif komunitas
yang sudah tertanam terhadap kegiatan perusahaan, dan biasanya untuk
melawan ‘serangan’ negatif dari anggapan komunitas. Usaha CSR yang dilakukan
adalah untuk merubah anggapan yang berkembang sebelumnya dengan
menggantinya dengan yang baru yang bersifat positif.
c. Kegiatan yang berasal dari visi perusahaan
Melakukan program untuk kebutuhan komunitas sekitar perusahaan atau
kegiatan perusahaan yang berbeda dari hasil dari perusahaan itu sendiri.
Program pengembangan masyarakat di
yaitu:
a. Community Relation
Yaitu kegiatan-kegiatan yang menyangkut pengembangan kesepahaman melalui
komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. Dalam kategori ini,
program lebih cenderung mengarah pada bentuk-bentuk kedermawanan
(charity) perusahaan.
b. Community Services
Merupakan pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan masyarakat
atau kepentingan umum. Inti dari kategori ini adalah memberikan kebutuhan
yang ada di masyarakat dan pemecahan masalah dilakukan oleh masyarakat
sendiri sedangkan perusahaan hanyalah sebagai fasilitator dari pemecahan
masalah tersebut.
c. Community Empowering
Adalah program-program yang berkaitan dengan memberikan akses yang lebih
luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya, seperti pembentukan
usaha industri kecil lainnya yang secara alami anggota masyarakat sudah
mempunyai pranata pendukungnya dan perusahaan memberikan akses kepada
pranata sosial yang ada tersebut agar dapat berlanjut. Dalam kategori ini,
sasaran utama adalah kemandirian komunitas.
Dari sisi masyarakat, praktik CSR yang baik akan meningkatkan nilai-tambah
adanya perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan
kualitas sosial di daerah tersebut. Sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah
dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan
membangun kerja sama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan
menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitarnya.
Pada saat ini di
namun dalam abad informasi dan teknologi serta adanya desakan globalisasi, maka
tuntutan terhadap perusahaan untuk menjalankan CSR semakin besar. Tidak menutup
kemungkinan bahwa CSR menjadi kewajiban baru standar bisnis yang harus dipenuhi
seperti layaknya standar ISO. Dan diperkirakan pada akhir tahun 2009 mendatang akan
diluncurkan ISO 26000 on Social Responsibility, sehingga tuntutan dunia usaha menjadi
semakin jelas akan pentingnya program CSR dijalankan oleh perusahaan apabila
menginginkan keberlanjutan dari perusahaan tersebut.
CSR akan menjadi strategi bisnis yang inheren dalam perusahaan untuk menjaga
atau meningkatkan daya saing melalui reputasi dan kesetiaan merek produk (loyalitas)
atau citra perusahaan. Kedua hal tersebut akan menjadi keunggulan kompetitif
perusahaan yang sulit untuk ditiru oleh para pesaing. Di lain pihak, adanya
pertumbuhan keinginan dari konsumen untuk membeli produk berdasarkan kriteriakriteria
berbasis nilai-nilai dan etika akan merubah perilaku konsumen di masa
mendatang. Implementasi kebijakan CSR adalah suatu proses yang terus menerus dan
berkelanjutan. Dengan demikian akan tercipta satu ekosistem yang menguntungkan
semua pihak (true win win situation) - konsumen mendapatkan produk unggul yang
ramah lingkungan, produsen pun mendapatkan profit yang sesuai yang pada akhirnya
akan dikembalikan ke tangan masyarakat secara tidak langsung.
Pelaksanaan CSR di Indonesia sangat tergantung pada pimpinan puncak korporasi.
Artinya, kebijakan CSR tidak selalu dijamin selaras dengan visi dan misi korporasi. Jika
pimpinan perusahaan memiliki kesadaran moral yang tinggi, besar kemungkinan
korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR yang benar. Sebaliknya, jika orientasi
pimpinannya hanya berkiblat pada kepentingan kepuasan pemegang saham
(produktivitas tinggi, profit besar, nilai saham tinggi) serta pencapaian prestasi pribadi,
boleh jadi kebijakan CSR hanya sekadar kosmetik.
Sifat CSR yang sukarela, absennya produk hukum yang menunjang dan lemahnya
penegakan hukum telah menjadikan
memang memperlakukan CSR sebagai kosmetik. Yang penting, Laporan Sosial
Tahunannya tampil mengkilap, lengkap dengan tampilan foto aktivitas sosial serta dana
program pembangunan komunitas yang telah direalisasi. Sekali lagi untuk mencapai
keberhasilan dalam melakukan program CSR, diperlukannya komitmen yang kuat,
partisipasi aktif, serta ketulusan dari semua pihak yang peduli terhadap programprogram
CSR. Program CSR menjadi begitu penting karena kewajiban manusia untuk
bertanggung jawab atas keutuhan kondisi-kondisi kehidupan umat manusia di masa
datang.
0 komentar:
Posting Komentar